Sariagri - Kementerian Pertanian (Kementan) telah menyiapkan langkah guna mengantisipasi puncak musim kemarau yang diperkirakan pada Agustus 2022. Salah satu terobosan atau yang didorong adalah gerakan panen air.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi mengatakan air hujan dan run-off merupakan salah satu sumber daya alam namun belum termanfaatkan secara optimal. Selama ini air hujan hanya dibiarkan mengalir ke drainase menuju sungai yang akhirnya mengalir ke laut.
Jika mampu diolah dan dikelola dengan baik, air hujan tersebut akan memiliki banyak manfaat bagi keberlangsungan hidup manusia, terutama untuk keberlangsungan penyediaan air, terutama di sektor pertanian.
"Saya pernah ke daerah Katingan sudah melakukan metode panen air, disetiap genting rumah ada drum untuk menampung air hujan. Di Gunung Kidul di setiap bawah pohon besar ada cekungan untuk menampung air," kata Suwandi.
Dia menjelaskan gerakan panen air hujan ini adalah ilmu perubahan perilaku. Pada tahun 70an dan 80an, Gunung Kidul terkenal dengan istilah sapi makan sapi, namun sekarang bisa memanfaatkan air hujan. Di Wonogiri tanahnya banyak mengandung kapur tetapi dilapisi kompos setebal sekitar 30 cm, sehingga lahannya bisa ditanami jagung.
“Saya berharap kita semua bisa mengelola air, panen air sedemikian rupa sekaligus merubah kebiasaan untuk memanfaatkan air yang ada. Untuk sawah yang menggunakan sumur submersible, seharusnya jangan langsung masuk sawah untuk tanam padi terus ke sungai dan akhirnya kelaut. Air sebaiknya diputar dahulu untuk berbagai proses produksi, terakhir baru dilepas ke tempat pembuangan," harapnya.
Dekan Sekolah Vokasi UGM, Agus Maryono mendorong gerakan panen air sebagai langkah kongkret mengantisipasi kekeriangan, khususnya sektor pertanian. Menurut dia, masyarakat harus memulai gerakan panen air hujan dengan menerapakan pola TRAP (Tampung dan manfaatkan, Resapkan ke tanah, Alirkan ke drainase, dan Pelihara masyarakat) sehingga air hujan menjadi tidak terbuang.
"Beberapa keuntungan memanen air hujan antara lain banjir berkurang, kekeringan berkurang, kesehatan meningkat, pertanian meningkat, perikanana meningkat, air tanah terjaga, lingkungan sehat, alam terjaga, dan masyarakat sejahtera," papar Agus.
Kepala Balai Air Tanah, Ditjen Sumber Daya Air, Kementerian PUPR, Ahmad Taufiq mendukung gerakan panen air guna memenuhi kebutuhan air, dimana pemakaian air tanah mayoritas untuk domestik dan industri dengan besaran 45 persen dan 40 persen, kemudian pertanian 10 persen dan lainnya 5 persen.
"Gerakan panen air membantu dalam mengurangi pengambilan air tanah yang berlebihan. Pemompaan air tanah dari sumur produksi sulit untuk dikendalikan, oleh karena itu banyak sumur yang tidak memiliki izin dan tidak terdaftar. Kondisi ini yang akhirnya menyebabkan abstraksi air tanah berlebihan," kata Ahmad.
https://pertanian.sariagri.id/93067/terobosan-kementan-antisipasi-kekeringan-saat-puncak-kemarau-2022?utm_source=dlvr.it&utm_medium=blogger&utm_campaign=Google%20SariAgri.id
https://pertanian.sariagri.id/93067/terobosan-kementan-antisipasi-kekeringan-saat-puncak-kemarau-2022?utm_source=dlvr.it&utm_medium=blogger&utm_campaign=Google%20SariAgri.id
Posting Komentar